Berharap Semua Warga Peduli Kebersihan



Sampah sudah menjadi masalah klasik bagi masyarakat, terutama masyarakat perkotaan. Selain terlihat semrawut, sampah juga menimbulkan bau tak sedap, dan tak jarang menimbulkan banjir jika musim hujan tiba. Hampir disetiap kota, masalah sampah ditangani oleh petugas kebersihan atau biasa disebut pasukan kuning. Begitu juga di kota Serang, ujung tombak penanganan sampah juga ada di pundak pasukan kuning.

Sekira pagi pukul 06.00 pagi, saat jalan-jalan utama kota Serang masih lengang, setiap sudut kota terlihat sampah berserakan. Ada yang berserakan didekat tong sampah yang disediakan di pinggiran jalan, ada juga yang berserakan di trotoar maupun di badan jalan.

Keberadaan sampah organic (sampah hijau-red) maupun non organic yang berserakan itu menjadikan kota terlihat kotor dan tidak enak dipandang mata. Sampah yang kelamaan berada di tong sampah juga sangat menggangu. Pasalnya, sampah itu menimbulkan aroma tidak sedap alias busuk.

Sampah itu tidak datang dengan sendirinya. Bila diamati, rupanya sampah-sampah itu adalah sampah dari aktivitas malam. Maklum, hampir disetiap sudut kota Serang, setiap malam disesaki penjual jajanan. Saking asiknya menjual makanan, pedagang tidak memperhatikan sampah yang dihasilkan dari jualannya itu. Sebagian besar pedagang membiarkan sampah dagangannya berserakan. Mungkin pedagang beranggapan, mereka sudah membayar retribusi sampah. Sehingga pedagang tidak perduli dengan kebersihan di areal tempat dagangannya. Belum lagi warga sekitar yang melintas, yang terkadang membuang sampah sembarangan. Jangan kan sampah seperti puntung rokok, sampah sebesar kardus mie instant pun tidak segan-segan dibuang di jalan.

Sekira pukul 07.00 pagi, ratusan pasukan yang menggunakan seragam dinas berwarna kuning datang menyerbu tiap sudut kota untuk membersihkan sampah. Pasukan kuning datang tidak sekaligus. Mereka datang ada yang menggunakan truk sampah atau gerobak. Lengkap dengan sepatu boot, sapu lidi, dan sekop sebagai senjata andalan untuk membersihkan sampah yang berserakan di jalanan.

Meski berjibaku dengan kotoran dan sampah, pasukan kuning itu terlihat semangat menunaikan tugasnya. Tak ada rasa jijik, jangankan sampah yang beraroma tak sedap, sampah sebesar puntung rokok pun dipungutnya. Mereka mengangkut sampah ke gerobak berukuran 2 X 1 meter.

Selain itu, pasukan kuning tidak mempedulikan pakaian yang kotor akibat sampah. Mereka tidak merasa risih bersentuhan dengan sampah. Padahal bila dipikir-pikir, itu bisa menimbulkan penyakit kulit.

Pekerjaan yang dilakoni pasukan kuning tidak mudah, setiap hari, mereka harus berkutat dengan sampah-sampah dari berbagai sudut kota Serang. Bagi sebagian orang, pekerjaan itu adalah pekerjaan rendahan. Namun jika tidak ada mereka, lingkungan kota tidak bersih dan indah. Sayangnya, keberadaan pasukan kuning masih termarjinalkan alias tidak diperhatikan.

Walau begitu, menjaga kebersihan dengan cara menyapu jalanan menjadi kesenangan tersendiri bagi Opan (25), warga Sumur Pecung, Serang ini yang mengaku senang bisa membersihkan jalan. Ia amat menyukai pekerjaan yang sudah dilakoninya selama 13 tahun itu. “Namanya orang susah cari kerjaan. Saya sih kerja beginian seneng-seneng aja. Mau gimana lagi, wong susah dapet kerjaan laen. Tapi saya sih ikhlas aja kerja begini, yang penting bisa ngasih makan anak istri,” ungkap Opan disela-sela kerjanya.
Dengan wajah penuh harap, Opan meminta agar seluruh masyarakat dapat bekerjasama demi kebersihan kota. Dirinya menginginkan Kota Serang bersih, sehingga terlihat rapi, tertib, dan asri.

“Makanya, saya sih minta pengertian masyarakat. Kita saling bantu aja, kalo ada sampah, ya dikumpulin aja, biar kita yang angkut ke grobak,” katanya sembari menunjukan gerobak bawaannya.

Saling pengertian, kata-kata itu pula yang ingin diungkapkan Samsudin (25), salah seorang pasukan kuning yang bertugas di kawasan Pasar Induk Rau (PIR) Serang. Bedanya, Samsudin meminta pengertian pada para pedagang yang ada di lingkungan PIR untuk membersihkan sampah. “Ya gimana, kalo kita kerja, pagi dibersihin, siangnya sampah sudah menumpuk lagi. Pedagang suka asal membuang sampah. Padahal tempat sampah didalem itu besar-besar. Kerena tugas saya di sekitar sini, ya mau gimana lagi. Saya mah minta kejasamanya aja sama pedagang,” tutur pria yang sudah 12 tahun menggeluti pekerjaan ini.

Dengan upah sekitar Rp 475 ribu, bagi Momon (43) masih dirasa sangat kurang. Dengan beban hidup seperti sekarang ini, jumlah itu terbilang masih jauh dari cukup. Apalagi dengan kenaikan BBM mencekik rakyat kecil seperti Momon. “Kita juga dapet uang makannya, tapi cuma Rp 325 ribu doang. Walau dijumlahin juga tetep aja nggak cukup buat hidup zaman sekarang. Makanya, kalo siang, saya jadi tukang cari rongsokan sebagai sampingannya. Lumayan buat nambah penghasilan,” ujar warga Legok ini.

Meski demikian, Momon tetap menyenangi pekerjaan yang sudah ia lakoni selama 10 tahun itu. Baginya, mengemban tugas sebagai pasukan kuning merupakan kebanggaan tersendiri. Maka dari itu, ia bersama rekan-rekannya berharap ada kenaikan gaji dari instansi terkait. “Tapi kalo gaji tidak bisa naek, ya musti gimana lagi. Gaji segitu kita cukup-cukupin aja buat nyambung hidup. Masalahnya sekarang ini nggak ada kerjaan laen. Kita bisa kerja begini, ya udah kita jalanin aja yang ada,” ungkapnya.

Semangat itu tertular pula pada Uyung (29), selain bertugas sebagai pasukan kuning, usai melaksanakan tugas, Uyung berganti profesi menjadi tukang ojek. Hal tersebut ia lakukan semata-mata hanya untuk menambah pundi-pundi penghasilannya. “Gaji yang saya dapet itu nggak cukup buat ngasih makan anak sama istri. Ya saya ngojek aja, dari pada nganggur di rumah. Kerja ini kan nggak sampe siang, jadi masih bisa cari sampingan,” ungkap pria asal Rangkasbitung.

Gaji yang terbilang kecil, tidak lantas menyurutkan Rasta (30) dalam menjalankan tugasnya. Kata pria asal Cikeusal ini, menjaga kota supaya tetap bersih adalah tugas yang paling utama. Baginya, slogan Jangan Buang Sampah Sembarangan harus ada pada benak setiap orang. “Saya pengen kota ini jadi bersih, tertib, dan asri. Saya juga pengennya mengajak masyarakat untuk sama-sama dan saling membantu menciptakan kebersihan. Istilahnya itu, kita bareng-bareng bersihin kota ini,” ujar bapak yang sudah bekerja selama 7 tahun.

Ternyata, kebersihan memang tidak mudah dituntaskan begitu saja. Kalo hanya mengandalkan pasukan kuning, kapan kota ini mendapatkan suatu penghargaan terhadap kebersihan. Dari beberapa pernyataan diatas, peran masyarakat sangat dibutuhkan. Perihal kebersihan bukan hanya perkara pada pasukan kuning saja. Tapi juga tanggung jawab bersama.(***)